Anakku Sekolah Buat Siapa?
Kala tak kuasa berucap
Kau ajak ku bercakap
Kala ku mahir berkata
Kau buat ku terbata
Kala tak kuasa berdiri
Kau latih ku mandiri
Kala ku bisa sendiri
Kau buat ku mati suri
Mendengar celotehku
Emosimu bergolak panas
Tak mendengar suaraku
Hatimu tergolek cemas
Melihat tingkah polahku
Emosimu bergolak panas
Melihatku diam membatu
Hatimu tergolek cemas
Puisi yang dikutip dari buku: “Saatnya melatih anakku berpikir” mengingatkanku akan banyak hal.
Pagi tadi selesai sarapan, kami bercakap ringan membahas agenda liburan idul adha. Kartini pun mencoba memberi tawaran ketemen2 untuk pergi ke jogja, beberapa temen kos sepakat untuk pergi ke jogja. Kami pun mencoba mengatur jadwal dan persiapan setelah semua sepakat ternyata kami tidak sepemikiran, temen2 mengira kami ke jogja hanya sehari, berangkat pagi dan sorenya pulang. Karena sudah siang akhirnya perbincangannya pun diakhiri. Kartini nak naek ke atas kembali ke kamar tapi mba inuk memanggil kartini karena mau bertanya sesuatu, sembari berbincang kartini melihat sebuah buku di kamar beliau yang cukup menarik mata kartini (red: warna sampul bukunya hijau, sehingga menarik perhatian kartini). Tak tahu kenapa, rasa penasaran kartinipun semakin tinggi setelah membaca sekilas judulnya. “Saatnya melatih anakku berpikir” begitulah judulnya, karena waktu yang kartini miliki Cuma 15 menit kartini pun memilih bagian yang paling menarik dari buku tersebut.
Astaghfirullah, kartini pun menemukan sebuah puisi yang membuat kartini merinding, mengingat semua kenangan bersama keluarga di rumah dan orang tua siswa yang mengadu dan berkeluh kesah ketika anaknya tidak mau belajar, teringat harapan dari mereka agar anaknya bisa masuk ke sekolah favorit meskipun harus belajar 14 jam perhari, ikut les sana-sini bahkan terkadang anaknya sendiri sudah capek buat belajar.
Otoriter orang tua untuk menyekolahkan anaknya, begitulah kesimpulan bab yang kartini baca. Kartinipun dulu pernah merasakan otoriter tersebut, tapi kartini sekarang sadar bahwa apa yang mereka lakukan adalah yang terbaik buat kartini.
Astaghfirullahal’adzim, “Ya Allah, Ampunilah dosa hamba, ibu bapak hamba dan kasihanilah mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah mendidik hamba waktu kecil.”
Orangtua pati selalu berharap yang terbaik buat anaknya. Sami’na wa ‘atha’na, begitulah yang harus kita lakukan terhadap perintahnya asalkan mereka tidak menyuruh kita untuk menyekutukan Allah. Karena ridho Allah tergantung pada ridho mereka.
And the last…
Sekolah itu perlu, bukan Harus
Sekolah itu Memberi bukan meminta
Sekolah itu awalan bukan hasil akhir
Sekolah itu pembelajaran
Pembelajaran untuk berpikir
Karena berpikir akan membuatnya…
Memahami bagaimana memaknai kedewasaan.